IKLAN ADSENSE IKLAN ADSENSE IN FEED Cerpen #1 Dialah Alasanku | Poedjakoesoema ADSENSE ARTICHLE

HOS

Dialah Alasanku
Oleh
Heri Setiyawan
 



“Ayah ku, aku lakukan demikian karena aku jijik melihat apa yang mereka makan”
Keduanya pun tersentak mendengar perkataan kasar anaknya
“kenapa demikian sikap mu nak ?” tanya sang ibu
“Wahai Ibu ku, tak lain karena sebagian mereka itu ada orang-orang yang tega makan bangkai saudaranya sendiri”
Pernahkah mendengar cerita ini ?
Cerita dari negeri yang sangat jauh, sebut saja Negeri Saba’.
Di negeri Saba’ hidup sebuah keluarga yang terpandang, memiliki harta kekayaan yang melimpah, rumah yang megah bak istana, lahan rumah yang teramat besar, kebun yang subur dan taman yang indah.
Keluarga tersebut terdiri dari sepasang suami istri. Keduanya sama-sama terpandang dilingkunganya. Tertata perilakunya dan mau berbaur dengan masyarakat sekitar. Selain keduanya hanyalah beberapa orang pembantu, pekerja kebun dan penjaga keamanan rumah yang tinggal bersama keluarga tersebut.
Sayangnya, di kehidupan tentram nan damai itu tak didapati kelengkapan oleh sepasang suami istri tersebut. Prihal, keduanya hanya memiliki kemewahan dan kemegahan harta tanpa seorang pewaris yakni anak keturunan.
Pernah suatu ketika sang suami berkeinginan mengadopsi anak untuk dijadikan sebagai anak angkatnya, namun hal demikian ditolak oleh sang isteri. Hingga suatu ketika keduanya benar-benar dikarunia seorang bayi laki-laki yang tampan setelah 10 tahun lamanya menjalani kehidupan berumah tangga. Kegembiraan dan rasa senang tak terkira terpancar di kedua wajah keluarga tersebut dan seluruh penghuni rumah. Sang suami lebih bahagia lagi, karena artinya ia memiliki seorang penerus tradisi keluarga dan penjaga harta kekayaan yang telah ia usahakan dengan jerih payahnya sendiri.
            Malam berganti pagi menarik kegelapan dan menghantarkan mentari untuk muncul di ketinggian tanpa penghalang mendung dan hujan. Sedang sang kepompong mulai menggidikkan badanya dan perlahan, sedikit demi sedikit membelah tubuh kepompong yang buram transparan tersebut dan mengeluarkan sepasang sayap dengan bulu warna-warninya yang berpola begitu indah, menandakan kehidupan baru dimulai. Dan senyum menawan bunga-bunga ditaman mulai merayu sang kupu-kupu yang baru melihat indahnya dunia raya di planet bumi ini.
Begitu juga dengan sosok bayi tersebut, kehidupan barunya pun dimulai setelah keluar dari perut ibunya, dan dengan beruntung ia lahir dalam keluarga yang kaya lagi terpandang dan disegani oleh masyarakat. Layaknya seorang calon pangeran kerajaan, Ia dirawat dan dijaga ketat agar dapat tumbuh dewasa menggantikan ayahnya dengan pribadi yang sempurna sebagaimana yang didambakan oleh sang ayah tersebut.
Tak terasa tahun demi tahun berganti begitu cepat. Bayi kecil itu tumbuh dewasa hingga berubah wujudnya menjadi sesosok bocah yang tak lagi hanya diam, menangis, tertawa, dan merangkak namun telah dapat berlari, berbicara, dan berusaha untuk mempelajari segala sesuatu yang ada dihadapanya. Semakin bahagia pula kedua orang suami istri tersebut melihat perkembangan anaknya yang tampan nan pintar itu.
Akan tetapi langit cerah berubah mendung dan hujan lebat yang bercampur badai dan petir melanda kedamaian hati keluarga tersebut. Di usia yang ke 8 tahun, sosok bocah yang begitu diharap-harapkan itu menghilang tanpa seorang pun yang mengetahui. Penyesalan dan murka pun dilampiaskan kepada seluruh penduduk rumah, baik penjaga, tukang kebun dan bahkan pembantu setianya yang selama berpuluh-puluh tahun hidup bersama keluarga itu. Masyarakat yang mendengar berita hilangnya anak tersebut ikut bersmpati merasakan kesedihan yang dialami keluarga tersohor itu dan ikut membantu pencarian sang anak.
Lima tahun sudah pencarian dilakukan. namun nyatanya tak seorang pun yang berusaha mencari bahkan jauh diluar negeri Saba’ dapat berhasil menemukannya atau sekedar mendapat informasi akan keberadaan sang anak. Akhirnya semua masyarakat menganggap bahwa anak tersebut telah diculik dan telah meninggal dunia. Mengetahui kenyataan itu sang istri merasa sedih yang begitu luar biasa, sampai-sampai ia jatuh sakit. Meski demikian sang suami tidak berhenti untuk mencari keberadaan anaknya, ia pun mengira bahwa kesembuhan istrinya akan ia dapat setelah mempertemukanya kembali kepada anaknya. Ia pun berdoa kepada sang pencipta agar anaknya segera ditemukan.
Benar saja, sepuluh hari kemudian, datang seorang berpakaian serba putih nan bersih dengan umur yang sudah udzur menghantarkan anak tersebut kepada keluarganaya. Tak seorangpun mengenali wajah lelaki tua tersebut. Namun lelaki serba putih itu mengaku datang dari negeri yang teramat jauh dari negeri saba’ dan anak yang dihantarkannya adalah muridnya, yang datang dengan sendirinya untuk belajar di Madrasah miliknya tersebut.
Namun tak lama kemudian sosok misterius itu pergi, setelah menolak semua tawaran hadiah yang diberikan oleh kedua orangtua sang anak. Dan kedua orang suami istri yang sebelumnya murung penuh kesedihan dan jatuh sakit itu, kini merasa segar kembali senang dan bahagia atas kembalinya sang anak yang telah sekian lama dicari-cari dan dirindukan. Sang anak pun juga merasa senang dapat melihat kedua orang tuanya kembali. Lalu ditanyalah sang anak oleh kedua orang tuanya.
“Anak ku dari manakah engkau selama ini, kenapa engkau meninggalkan kami tanpa memberitau kepada kami walau hanya sepatah kata pun ? ”.
 “Maaf kan aku ibu, ayah. Aku hanya ingin mengembarakan diriku yang begitu miskin akan ilmu dan lemah akan iman ini. Maka maafkanlah atas semua kedurhakaan ku ini” pinta sang anak.
“Kami memaafkan mu wahai anak ku, namun kami mohon agar tidak meninggalkan kami lagi, apapun keinginan mu akan kami usahakan untuk memenuhinya”
“Terima kasih ayah dan ibu ku, Insyaallah aku akan berbakti kepada kalian” sang anak pun menenangkan hati kedua orang tuanya.
            Kesedihan dan kemurungan pun tak lagi terlihat kepada wajah keluarga tersebut. Harapan-harapan baru pun muncul kembali untuk disematkan kepada sang anak. Namun ada beberapa prilaku sang anak yang kian berbeda dengan yang lain, sehingga timbul rasa penasaran pada diri orang tuanya. Anak tersebut selalu menghindar dan tidak mau makan bersama ayah dan ibunya, ia memilih makan di kamarnya sendiri.
Selain itu ia juga sering pergi dari rumah ketika jam-jam tertentu dan bahkan untuk waktu yang lumayan lama.
            Suatu ketika ditanyalah kepada anak tersebut prihal perilakunya yang serba mengherankan itu oleh kedua orang tuanya.
Sang ayah bertanya “Wahai anak ku kenapa kiranya engkau ketika makan tak ingin berkumpul bersama kami berdua di ruang makan utama, atausekedar membersamai para penduduk rumah lain ketika waktu makan bersama tiba, apakah engkau tidak suka makan bersama kami ?”
“Wahai ayahku, bukan maksud ku aku tidak suka untuk makan bersama ayah dan ibu, namun aku terlalu takut untuk makan bersama ayah dan ibu” ujar anaknya
“kenapa engkau harus takut anak ku ?” tanya sang ibu yang baru saja masuk kekamar anaknya tersebut setelah mendengar perbincangan yang terjadi dari luar pintu kamar.
“karena aku takut makan bersama syaitan yang ada bersama ibu dan ayah[I], dan aku pun tak biasa makan sebagaimana syaitan-syaitan itu makan” jelas anak tersebut.
“kami tidak mengerti sama sekali apa yang engaku bicarakan anak ku”
“Ayah.. ketahui lah bahwa sebenarnya engkau tak pernah mengajari ku berdoa sebelum makan atau pun berdoa pula setelah makan. Ayah taukah engakau, bahwasanya orang yang aku cintai pernah berkata bahwa sesunggunya syaitan itu makan bersama orang-orang yang tidak membacakan doa dan syaitan pulalah yang makan menggunakan tangan kirinya[II].”
Kedua orang tua itu pun terdiam
“Maafkanlah aku ayah, ibu. Sungguh selama ini aku belum pernah mendengar kalian berdoa sebelum atau sesudah makan dan aku belum pernah melihat kalian makan, kecuali memasukan makanan dengan kedua tangan kalian, kanan dan kiri” tambahnya
Kedua orang tua itu menundukan kepala mereka dan perlahan meneteskan air mata mendengar perkataan anaknya tersebut. Kemudian ayahnya berkata, “Anak ku lalu kenapa engkau tak membersamai para pekerja rumah saja ketika makan. Karena mereka berdoa sebelum dan sesudah makan bahkan mereka makan dengan tangan kanan mereka”
“Ayah ku, aku lakukan demikian karena aku jijik melihat apa yang mereka makan”
Keduanya pun tersentak mendengar perkataan kasar anaknya
“kenapa demikian sikap mu nak ?” tanya sang ibu
“Wahai Ibu ku, tak lain karena sebagian mereka itu ada orang-orang yang tega makan bangkai saudaranya sendiri”
Keduanya masih merasa bingung dan heran.
Taukah engkau Ayah, Ibu. Meski mereka terlihat memakan-makanan yang enak dan lezat saat itu, namun saat aku perhatkan ternyata beberapa dari mereka selalu ghibah dan menggunjing saudaranya sendiri disela-sela makan mereka. Dan bahkan mereka sering pula melakukan hal yang demikian itu saat berkumpul. Dan taukah engkau Ibu, Ayah. Mereka sebearnya memang orang yang suka memakan daging bangkai saudaranya sendiri[III], demikianlah pemandangan yang dilihat oleh orang yang aku cintai dan aku rindukan ketika melihat mereka itu” Ungkap sang anak.
Kedua orangtua tersebut semakin tak terbendung air matanya mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut anaknya tersebut. Lalu keduanya bertanya kepada sang anak “sebenarnya diapakah orang yang kau cintai dan kau rindukan itu anak ku?”
Anaknya menjawab “Dialah manusia yang sempurna yang pernah diciptakan. Dialah alasanku Ibu, Ayah. Aku cintai apa yang Ia cintai dan aku binci apa yang Ia benci. Dialah Rosullulah Muhammad, orang yang akan menghantarkan kita kepada sang pencipta kita, Allah Azza wa Jalla dan sang pemberi nikmat yang saat ini kita dapatkan dan yang dapat kita rasakan, dan nikmat karunia terbesar yang aku miliki saat ini adalah termasuk memiliki kedua orang tua seperti kalian, Ayah dan Ibu ku”
Kedua orang - suami istri -  berumuran sebaya tersebut akhirnya menangis sejadi-jadinya bagai sepasang bocah kecil yang baru terlahir dan melihat dunia yang begitu fana ini, terdegub kencang hatinya meresapi setiap kata per kata yang telah diucapkan dan terngiang-ngiang dalam fikiran keduanya, bagai tamparan keras menyadarkan mereka atas ketertiduran panjang yang selama ini mereka alami. Dalam tangis mereka teringat segala yang ada pada diri mereka. Teringat, bahwa selama ini mereka hidup dengan kemewahan yang tak pernah mereka syukuri, bahkan mereka sibuk untuk mencari penjaga atas rumah mereka yang megah, taman mereka yang indah, sawah ladang perkebunan yang melimpah dan harta yang antah brantah yang dititipkan kepada mereka di dunia yang hanya sementara ini, sedang mereka cenderung lupa akan sang pemilik aslinya. Sungguh bagai istana megah berlapis emas, yang lupa akan tembok asli didalamnya yang kokoh dan dapat membuat emasnya berdiri.
Mereka teringat akan sesuatu yang lama mereka lupaan, yakni sang pemberi hidup bagi mereka yakni Tuhan mereka sendiri, Allah SWT.
Sekian.
***





[I] Baca shahih Muslim (Nomor bagian 22; Halaman 132)
“Sesungguhnya syaitan turut menikmati makanan yang tidak disebut nama Allah padanya. Syaitan datang bersama anak gadis tersebut dengan maksud supaya bisa turut menikmati makanan yang ada karena gadis tersebut belum menyebut nama Allah sebelum makan. Oleh karena itu aku memegang tangan anak tersebut. Syaitan pun lantas datang bersama anak Badui tersebut supaya bisa turut menikmati makanan. Oleh karena itu, ku pegang tangan Arab Badui itu. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya sesungguhnya tangan syaitan itu berada di tanganku bersama tangan anak gadis tersebut.” (HR Muslim no. 2017)

[II] Lihat shahih muslim (Nomor bagian 22; Halaman 131)
“Apabila seseorang kamu makan, makanlah dengan tangan kanannya. Apabila dia minum, minumlah dengan tangan kanannya. Ini kerana syaitan makan dan minum dengan tangan kiri” (HR Muslim no 2020).

[III] Lihat: Al-quran Surat Al Hujurat ayat ke 12
“Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”

Advertisement

0 komentar:

Post a Comment

Ayo berpendapat , kasih kritik dan sarannya dong?!

 
Top