IKLAN ADSENSE IKLAN ADSENSE IN FEED diaspora cinta #1_Belajar Bercerita untuk Menguras Beban "Dada" | Poedjakoesoema ADSENSE ARTICHLE

HOS

(d)IASPORA CINTA # 1

Belajar Bercerita untuk Menguras Beban "Dada"




Berkurang sekilo gondok yang tersimpan di dadaku,
Mungkin memang tak kan menyelesaikan masalah-masalah yang membebani ku, namun setidaknya bercerita kepada seorang teman sedikit meringankan beratnya.

Dari seseorang, aku penah belajar tentang bagaiman kita belajar untuk bercerita layaknya buku. Namanya Afifatul Khoiriyah. Mungkin kalian tak mengenalnya hari ini. namun lihat saja 8 tahun mendatang. Terhitung perkataanya yang terartefakkan dalam ingatanku 2 tahun yang lalu di kelas itu. Dia orang yang pantas untuk dikalungi mendali prestasi, riwayatnya tak diragukan lagi. Salah satu pandangan ku tentangnya adalah : Pendongeng yang hebat yang memiliki semangat hidup yang kuat, dengan kekuatan kata-kata yang ia teriakkan terus-menerus dalam kepalanya. " Aku pasti sukses".

Dalam keheningan ruang kelas yang ditinggalkan siswanya untuk berpulang kerumah. Ia mulai menceritakan semua yang menggondok berkilo-kilo didadanya, bahkan yang bersifat amat personal. Aku yang hanya diam dan mendengarkannya sambil mengangguk atau menggelengkan kepala kepada setiap ceritanya, cukup terlihat baik untuk menjadi pendengar setia disetiap rangkaian kalimat curhatannya itu. Tapi sepintas terlintas dibenakku. Apakah baik dia selalu membicarakan prihal masalah personal ini kepadaku? apalagi aku seorang pria yang amat asing bagi keluarganya, apalagi aku bukanlah teman yang pernah ia kenal di masa kecilnya. aku benar-benar orang asing.

Akhirnya pembicaraan itu bertemu juga pada jedanya, setelah beberapa kali mengambil ancang-ancang untuk menyela cerita padatnya yang seolah bagai paragraf tak berkoma.

"Eh Fah, tapi.. apa tak masalah menceritakan itu semua kepadaku?"
kataku dengan nada ragu.
Ia mulai mengangkat pandangannya kepadaku setelah beberapa kali menghindar dari bertatap muka yang terlalu aneh untuk dikombinasikan dengan cerita sedihnya.
"emang kenapa?" tanyanya.
"ya.. apa nggak takut misal aku ngomongin ini ke orang lain?"
raut muramnya berubah menjadi sedikit lebih cerah dengan senyum kecil di bibirnya.
"ry (aku lebih suka panggilan ini).., kalo menurutku sih, bagianku hanya bercerita. selanjutnya terserah mereka, mau menceritakan kepada orang lain atau tidak" nadanya sebenernya kedengaran sedikit aneh bagiku seperti sedikit ada penyesalan. Namun ia melanjutkan dengan nada yang lebih rendah dari sebelunya "Namun bagiku ry. orang yang mau mendengar ceritaku adalah orang yang memang ku pilih karena menurutku Dia memang sahabatku".


Kemudian aku hanya meng-ngangguk dan mempersilahkannya melanjutkan kembali ceritanya. "Ayo cerita lagi?".

Dari sinilah aku belajar tentang beberap hal itu. Mungkin pada satu kesempatan kita perlu menjadi pendengar yang baik terhadap cerita-cerita yang kita dengar dari mulut-mulut para sahabat yang mengharap kelegaan hati dari beban-beban hidup yang sedang menghimpit dan memberatkan semangat-semangat mereka untuk hidup, sebagaimana yang mereka impikan.

Meskipun sering kali cerita-cerita tersebut sangat terdengar personal dan sangat tak penting bagi kita. Namun memang saat itu justru bukan ceritanya yang penting. Tapi kehadiran kita yang penting bagi sahabat kita untuk ia mulai bercerita dan sedikit-demi sedikit menguras berkilo-kilo gondok yang tersimpan didalam dadanya, bahkan tak jarang melihat mereka menguras sekaligus kantung air matanya. Karena, dengan begitulah dikesempatan yang lain, kita akan diposisikan menjadi "dia" dan Tuhan akan menyiapkan sahabat kita itu atau orang lain yang akan berperan sebagai "kita", saat situasi mulai berbalik.


*Mungkin dialognya sedikit Hiperbolis*

Advertisement

0 komentar:

Post a Comment

Ayo berpendapat , kasih kritik dan sarannya dong?!

 
Top