APA YANG MANUSIA BUTUHKAN?
Desember
2015
Hari minggu, hari yang telah disepakati
sebagai waktu libur bagi kebanyakan negara didunia termasuk di Indonesia ini. Seharusnya
minggu membawaku pada
ketertarikan mengunjungi tempat-tempat wisata alam di Jogjakarta. Kota yang
kini sudah tak lagi ngetrend dengan sebutan kota pendidikan. Kalau saja
kamu tau ia sudah punya julukan lain yang lebih kekinian lagi, yakni kota
kuliner dengan pertarungan berbagai hidangan warung makan dan jajanannya disana
dan kota pariwisata pada keindahannya dan kemewahannya.
Namun liburan ku justru bukan ke tempat –
tempat wisata semacam itu, justru aku tetarik mengunjungi Masjid Syuhada, yang
merupakan bangunan monumental untuk menghargai jasa para syuhada’ Kota
ini yang baru-baru ini aku baca dari buku perpustakaan kampus yang telat
dikembalikan selama satu minggu akibat kemalasanku ini dalam membaca.
Tiga puluh meter sebelum sampainya di Masjid
itu aku terhalang oleh banyak orang yang ramai memadati jalan pintu masuk ke
arah Masjid Syuhada. Setelah ku pehatikan, rupanya mereka adalah umat
agama Kristen yang sedang menikmati ibadahnya di sebuah Gereja besar didekat situ. Aku mulai turun dari sepedah usang ku sembari terus mencari celah menembus keramaian, bertolah-toleh sambil
berusaha besikap.
Sesampainya terbebas dari keramaian orang, tersibak fikiranku, mencoba
merenung, mengenali banyaknya realitas Agama, Kebenaran dan Kebutuhan yang ada dan
ditawarkan kepada manusia didalam hidupnya. ~ ~
~
Di kampus problem-problem diatas seingkali
dibicarakan dalam pembahasan Theologi, Filosofi, dan Tasawuf. Ialah traning
bagiku untuk dapat mengambil sikap setelahnya
memahami dan mengelaborasikan wujud keberadaan alam semesta ini. Terkait
pertanyaan filosofi tentang hidupku ini.
Aku kadang ingin bertanya pada kamu. Apakah kamu pernah merasakan apa yang aku rasakan?. Apakah
kamu pernah bertanya kenapa aku hidup? Kenapa ada dunia? Kenapa aku menggunakan
tubuh ini? Bagaimana kehidupan sebelumnya? Bagaimana setelahnya? Bagaimana bila
aku tidak ada? Bagaimana itu kematian? Bagaiman rasanya? dan bagaimana dunia
ketika aku tidak ada?.
Pada kenyataannya sebenarnya sudah ada
teks-teks keagamaan yang mengatur kebutuhan hidup, menginformasikan
tujuan-tujuan hidup manusia dan berita-berita tentang kehidupan sebelum dan
setelah manusia itu ada dan lahir. Akan tetapi aku bingung, mengapa seringkali
justru manusia berpihak pada pilihan-pilihan lain yang justru makin rumit
seiring berkembangnya dunia ini, seiring kemajuan penelitian dan kecanggihan
produk-produknya, yang terkadang bukan merupakan kebutuhan hidup kita?.
Perihal kebutuhan manusia, kadang aku mencoba melihat kenyataan hidup ini secara sederhana, misalnya
saja alat
komunikasi. Manusia menggunakan Handphone sebagai alat komunikasi untuk
menghubungkan jarak agar terasa mudah dan lebih dekat.
Seiring menuanya
zaman perusahaan-perusaan handphone
berlomba-lomba memperkenalkan produknya, Samsung misalnya, tahun demi tahun
mengembangkan versinya S3, S4, S5,S6 dan seterusnya, disamping itu perusahaan smartphone XIOME memerkenalkan produknya, dan
berkembang kelasnya menjadi Redmi 3, Redmi Note dan sebagainya dan semua orang
yang tergolong menengah ke atas berlomba-lomba mengkonsumsi produk tersebut dan
bukan lagi sebagai kebutuhan melainkan sebagai trend, lifesyle yang bukan merupakan kebutuhan primer.
Padahal hakikatnya yang dibutuhkan manusia itu
hanya alat komunikasi yang dapat mempermudah interaksi manusia satu dengan yang
lainnya, akan tetapi justru yang terjadi diatas manusia lebih cenderung
berusaha menunjukkan mana yang lebih modern, mana yang lebih update, mana
yang lebih kaya dan memiliki tehnologi yang lebih canggih satu dengan yang
lainnya. Dan hal ini telah menjamah ke berbagai aspek kehidupan dari yang
terkecil semacam alas kaki, sampai yang lebih wah lagi seperti misalnya
mobil, pesawat, berlian dan lainnya.
Ternyata kehidupan kini tak lagi sesederhana
yang ku pikirkan, manusia selalu memiliki hasrat kebutuhan yang terus
berubah-ubah dan berkembang seiring waktu, baik dipengaruhi faktor dalam diri
manusia itu maupun faktor luar.
Doktor Munawar Ahmad, dosen ku di kampus juga pernah mengatakan
prihal pendapat Abraham Maslow yang terkenal dengan teori Structur Hirarki
of Need-nya, katanya ada lima kebutuhan manusia yang senantiasa ingin dicapai
dalam hidupnya, yakni kebutuhan fisiologis dalam arti makan, minum, dan sex.
Kebutuhan rasa aman termasuk didalamnya yakni tempat tinggal, kebutuhan love
atau cinta dan kasih sayang, kebutuhan Recpect atau penghargaan diri dari orang lain, dan yang terakhir yakni
kebutuhan aktualisasi diri atau pengakuan terhadap orang lain bahwa
seseorang itu memiliki kelebihan,
bijak, pintar, kaya,terkenal ataupun berkekuatan dan sebagainya. Dalam tingkatan
kelima ini manusia sering kali terjebak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
bersifat tersier, semu, psudo kebutuhan yang sadar tidak sadar,
sebenarnya manusia itu sendiri tak menginginkannya.
Tapi meski demikian selain makan, minum dan
tempat tinggal ada kebutuhan yang bersifat lebih primer lagi, yanf bila
ditelisik mendalam itulah yang menggerakkan manusia untuk tetap semangat dalam
menjalani hidup, yakni kebutuhan spiritual, kebutuhan manusia dalam hal
keyakinan, keber-Tuhan-nan dan KEBERAGAMA, yang tak pernah ditulis dibuku-buku Sekolah
Dasar ketika membahas tentang kebutuhan hidup
manusia. Bagiku ini penting untuk diajarkan
semenjak SD karena bahkan individu yang mengatakan jika
dirinya adalah seorang agnostic dan ateis
sekalipun tetap memerlukan eksistensi Tuhan dalam diri individu tersebut.
Karena bukankah
agama itu
tak selalu yang bersifat institusional berlembaga ? bukankah yang non-institusional
atau yang tidak resmi pun juga ada?. Orang-orang yang memper-Tuhan-kan uang,
jabatan, wanita,bola dan sebagainya pun dapat dikatakan sebagai penganut agama non-institusional.
Dan dalam hal ini ateis dan agnostic tak sepenuhnya tak memiliki
kepercayaan pada Tuhan bukan?
Akan tetapi terdapat keadaan yang dilematis
yang melanda kawasan-kawasan keagamaan tersebut. Tentang pengujian moralitas
yang ditawarkan oleh agama-agama itu kepada manusia. Apakah kemudian agama mampu membuktikan kebenaran doktrin ajaran-ajarannya didalam
atau tidak?. Apakah mereka, para penganut agama itu mampu menunjukkan kebaikan
Tuhan yang diyakini, atau tidak?.
Namun kadang ketika kita memikirkan prihal agama dan banyaknya
penganut keagamaan, kita sering menemukan pertanyaan “Tuhan yang mana yang benar
dan paling baik?”.
Tuhan selalu baik dan menunjukkan kebesarannya, namun dalam perkara ini Tuhan
yang mana?
Banyak orang di Negara Barat
mengalami kegoncangan pada dirinya, mereka Shock ketika melihat banyak
tragedi kemanusiaan dan hubungannya dengan agama, mengenai Holy War atau
konsep Jihad para penganut agama yang urakan semisal di Myanmar oleh penganut Hindu
kepada etnis Burma, di Palestina oleh penganut Judaisme kepada Muslim kemudian di Iran,
Yaman atau dan Negara di Timur Tengah.
Tentang ISIS dan Al-Kaeda, tentang Tragedi
9/11, konflik Sunni Syiah dan sebagainya. Maka “apakah Tuhan sekejam itu? Jadi Tuhan yang mana yang baik dan yang memanusiakan
manusia?”. “Yang mana?”
Bagiku Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan
Golongan) bukan untuk di tutupi dan dibungkam,
akan tetapi untuk kita bicaraan, untuk kita pelajari dan selanjutnya
kita menarik kesimpulan untuk bisa bersikap, menciptakan suatu hubungan antarSARA
yang menjadi tidak SARA lagi, akan tetapi menjadikannya sebagai suatu keadaan
yang saling RASA dan me-RASA-kan. Suatu
hubungan kasih sayang, daling dukung, saling membantu dan kehidupan harmonis
lainnya yang dibangun bersama-sama untuk saling mengerti keunikan dan keistimewaan yang ada pada satu
sama lain.
Karena apabila SARA terus dikekang dan tak dibicarakan untuk
mencapai tujuan perdamaian, Ia hanya akan menjadi singa yang kelaparan yang
ketika terbuka gembok kandangnya akan bisa membunuh siapapun dan dapat merusak
apapun.~ ~ ~
“Eh mas hendy..” tegur seseorang yang
melihatku melamun di serambi masjid syuhada yang berlantai dua itu.
“Oh mas Agus..! loh ngapain disini?” tanyaku
membalas tegur sapanya
“Lah kok aku yang ngapa.. kamu yang ngapain
disini, wong ini daerah ku” ejeknya
“Ha..ha..ha ini loh lagi jalan-jalan, trus mampir sini”
jawabku improvisasi.
“Lah..lah gaya jalan-jalan segala, la kan ini
malem minggu. kan kamu jomblo, apa iya jalan-jalan?!”kalimatnya semakin nyinyir
ditelinga. Aku memutuskan untuk tertawa sambil memukul manja lengan kananya
dengan sedikit kekuatan, berharap dia kesakitan namun tak merasa ingin
membalas. Melihat mukanya tak bereaksi apa-apa selain tertawa, hati ku lega. “kubalas kau, satu sama
kan? hahaha” pikirku dalam diam.
***
Rel trem masih telihat berbaring lurus nan
panjang sejauh mata memandang, bak pedang yang membelah perumahan yang berdiri
tegak berduyunan bersandingkan pepohonan yang rindang, entah bagaimana dulu
Belanda dengan kerja Rodi-nya dan Jepang dengan Romusa-nya
memaksa bangsa kita untuk bekerja dan membangun jalur-jalur transportasi
semacam rel kereta ini.
Hari belum berganti, tapi cahaya matahari
telah lenyap ditelan malam yang kejam, malam minggu. Rasa lapar menyeretku
berpidah tempat dari Masjid Syuhada’ beralih ke jalan Timoho dekat
Universitas-ku. Ku putuskan untuk menikmati hidangan bebakaran murah meriah bin
favorit dekat rel kereta jalan Timoho itu, sembari memandang sepasang samurai
yang berjajar membelah berbagai daerah di pulau jawa itu. Dan untuk satu hal lagi, mencari seseorang yang mungkin bisa
menjadi penyemangat bagiku untuk belajar di kota ini ini selama menempuh
pendidikan sarjanaku.
Ya.. memang rasayanya masih terdapat titik putih
kebaikan dari hitam dan pahitnya
sejarah berdarah-darah bagi masyarakat Indonesia atas kekejian, perampasan dan peperangan dalam tragedi Imprialisme, Kolonialisme dan Kapitalisme yang pernah mencengram Nusantara
ini puluhan tahun silam.
Demikianlah sebuah cerita bahwa, kita juga
agaknya harus sedikit berterimakasih atas kedatangan para Imperiumwalaupun mereka pernah menjajah negeri
kita bahkan dengan mengumandangkan seboyannya yakni Gold (Kekayaan), Glory
(Kejayaan) dan Gospel (Keagamaan) itu. Karena kita sebagai pribumi kini
memiliki Fasilitas berupa Sekolah, Rumah sakit, Gereja, sarana transportasi,
alat perang juga ilmu yang pernah diberikan dan diajarkan oleh mereka kepada
kita dimasa penjajahan.
Sehingga diera post-modern semacam ini, migrasi masyarakat dari
satu kota ke kota lain dengan transportasi warisan mereka yang telah
dikembangkan bisa membantu masyarakat untuk berpindah tempat dengan amat sangat
mudah dan cepat. Benda kotak besi bernama kereta api dan satulagi besi yang
mengapung dilautan dan bergerak bolak-balik dari satu daratan ke daratan lain,
bernama kapal laut itulah yang akhirnya mampu membawaku dari daratan Sumatera menuju tanah
Jawa ini.
“Eh kamu gak kerja mas hari ini?
Seseorang wanita cantik dengan alis tebal dan berkerudung oranye bertanya
kepada lelaki di sampingnya, mereka duduk tepat di samping kanan ku,
menghadap rel timoho yang mengkilau terkena sinar rembulan yang lumayan terang
malam ini.
“Ah keluar aku dari hotel itu dek..”
“Lah pie to mas.. kok malah keluar,bukanya gajinya gede disana?”
“Ya, gede sih gede, tapi masak besok waktu 25 desember disuruh
pakai atribut natal segala, kan gak boleh, dosa itu..”
“Dosa gimana?”
“Ya gak boleh itu, bisa murtad itu..”
Gerutu lelaki berkemeja disamping wanita tadi.
~ ~ ~Sungguh rasanya ingin aku menimpali, ah namun biarkan pasangan itu
menikmati makan malam indah mereka. Jujur saja aku tak biasa untuk mengatakan
ini salah dan itu salah, kehidupanku di desa sudah cukup mendidikku agar bisa bertoleransi,
hidup seperti selogan sunan kalijaga “Anglaras Ilineng Banyu, Angeli.
Anangeng Ora Keli”, Raden Sahid itu pernah berkata, hiduplah seperti air,
mengalir. Tapi jangan sampai hanyut terbawa olehnya. Kalau pak Amin Abdullah
lebih senang menyebut itu dengan bahasa beliau yakni, Act Localy and Thing
Globaly karena dengan prinsip tersebut maka kita akan punya wawasan yang
luas dalam hidup dan mampu bertindak bijak.
Aku
lebih suka menyebutnya sebagai main ke kandang monyet tapi kita tidak jadi
monyet, main ke kandang kambing namun kita tidak jadi kambing atau main ke
taman bunga tapi kita gak jadi bunga dan itulah yang disebut Toleransi.
Didesaku kehidupan sangatlah heterogen,
masyarakatnya merupakan penganut berbagai agama, hindu, budha, Kristen,
khatolik dan islam semuanya hidup rukun dalam urusan agama. Ketika orang Hindu
melaksanakan Nyepi maka tak seorang pun dari agama lain yang berani mengganggu
mereka, atau membuat kegaduhan di desa orang-orang Hindu tersebut, begitu pula
dengan Galungan orang Budha.
Bahkan ketika umat Islam mengadakan acara selamatan atau kenduri
beberapa kali mudin atau pembaca doanya adalah orang Hindu dan orang Islam dengan bacaan doa yang diajarkan
masaing-masing agama. Sedangkan
ketika lebaran Natal baik tanggal 25 Desember maupun 1 januari maka umat Islam, Hindu dan Budha ikut
datang bersilaturahmi ke rumah-rumah penganut Kristen tersebut. Sedangkan
ketika Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha penganut agama lain juga sebaliknya,
datang dan bersilaturahmi ke rumah-rumah penganut Agama Islam termasuk rumah
ku.
Aku berfikir bahwa walaupun masyarakat desaku yang notabene-nya
masyoritas bukan orang yang memiliki keilmuan yang tinggi dalam hal agama dan
akademisi lainnya. Akan tetapi memiliki jiwa toleransi dan tenggang rasa satu
sama lain dan tidak mempermasalahkan urusan akidah didalam diri masing-masing
penganut agamanya.
Mereka cenderung tidak fanatik akan agamanya sehingga tidak saling menggugat
keyakinan milik orang lain. Akan tetapi mereka berusaha menunjukkan kebaikkan
yang ada didalam diri mereka masing-masing dengan sikap dan tingkah laku yang
baik pada kehidupan bermasyarakat sehari-hari,
Demikian cara mereka menunjukkan kebaikan Tuhan dan ajaran yang
mereka yakini selama ini, yakni dengan menunjukkan emanasi Tuhan yang ada pada
diri mereka masing-masing, dengan Rahman-Rahim-nya masing-masing.
Dari sisi ini aku teringat banyaknya kejadian diluar sana tentang
polemik agama, kegaduhan kelompok-kelompok tertentu yang menyatakan diri
berjuang demi Tuhan akan tetapi menjadi masalah ketika mereka tak pernah mencerminkan
kebaikan ajaran Tuhan pada diri mereka tersebut.
Terkadang kejahatan dan kebaikan itu pada akhirnya akan kembali
kepada untuk siapa dan oleh siapa serta dengan cara apa? Karena kebenaran
ternyata masih bersifat relatif tergantung mata siapa yang memandangnya. Baik
menurut satu orang bisa bermakna buruk menurut orang lain.
Terkadang orang menegakkan yang ma’ruf (kebaikan) dengan ke-ma’ruf-an dan
mencegah yang munkar (keburukan) dengan ke-ma’ruf-an (kebaikan),
akan tetapi ada yang memilih menegakkan ke-ma’ruf-an dengan cara yang munkar
dan mencegah ke-munkar-an dengan ke-munkar-an pula sehingga yang
tumbuh justru ke-munkar-an yang lebih besar lagi.
Jika saja manusia bisa bersikap saling MENGHARGAI,
MENCINTAI DAN MELAKUKAN KEBAIKAN UTUK BERSAMA satu sama lain, dan bukan saling melukai dan
menghinakan, maka dunia ini mungkin akan lebih
damai dan semua manusia akan hidup tanpa sekat-sekat, ras, etnis, budaya, agama,
negara, status, dan sekat lainnya.
Aku jadi teringat lagu Jhon Lenon-Imagine. “Imagine There’s no
Countries, No Religions, No Hell and Heaven, Imagine All the people, Living
life in peace”. Aku seakan mencium adanya tujuan mengajak kepada kedamaian
dari lagu itu walaupun ya.. lagu tersebut jadi terkesan lebih liberal ketika
dipahami secara Shutter-Lock
~ ~ ~
“Enggak ah mas.. yang penting itu adalah
bagaimana keyakinan kita didalam hati ini..”
kata wanita itu berusaha menyangkal argumen
pasangannya.
“Tapikan barang siapa menyerupai suatu kaum,
itu termasuk golongannya, hadits ada loh itu”
“Loh, kan ada juga hadits dimana sahabat rosul
itu terpaksa harus berkata bahwa tidak mengikuti ajaran agama islam ketika
nyawanya terancam, dan setelah dia selamat dia bercerita kepada Rosul, dan kata
Rosulullah, itu gak termasuk murtad”
“Gimana itu matan-nya, coba?”
“Loh kan mas yang anak Ilmu Tafsir, kok tanya aku yang anak kost..?!”
“Ah kamu ini dek... ngarang, kamu justu yang
lebih tau ketimbang aku he he, kan kamu anak Ilmu Hadits” lelaki itu mulai
mengalah, mungkin agar suasana makan malamnya di malam minggu itu lebih cair
dan tidak jadi menegang.
***
seperti janji ane gan kemaren.. ini bab kedua dari cerpen tematik Dialektika Rasa gan... nantikan Bab ketiganya.. mungkin yang ketiga besok atau besoknya lagi gan, soalnya gak tau besok sempet ke caffe atau enggak.. witch is ane kalo upload pesti ke caffe dulu biar greget hahah..
Spoiler dikit.. besok ceritanya tentang filosofi hidup manusia.. "KETIKA TUHAN MEROKOK".. be patient to waiting its
Spoiler dikit.. besok ceritanya tentang filosofi hidup manusia.. "KETIKA TUHAN MEROKOK".. be patient to waiting its
Jangan lupa baca juga cerpen lainnya :
baca juga cerpen lain atau puisi-puisi di blog ini:
Mantap kumpulan cerpennya sob (h)
ReplyDeleteyoa gan.. tungguin terus cerianya gan hehehe
Delete