IKLAN ADSENSE IKLAN ADSENSE IN FEED Islam Rahmat lil-‘Alamin menurut Ibn Jarir al-Thabari | Poedjakoesoema ADSENSE ARTICHLE

HOS

Islam Rahmat lil-‘Alamin menurut Ibn Jarir al-Thabari
Oleh: Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin
(Dosen Jurusan Ilmu Al-quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga)

Gambar terkait
sumber gambar: http://masjid.unsoed.ac.id/wp-content/uploads/2016/11/ss.jpg

Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, adalah agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatan li l-‘alamin), termasuk di dalamnya adalah manusia. Hal ini ditegaskan oleh Q.S. 21:107:

Artinya: Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Terkait kata rahmah li-l-‘alamin, Ibn Jarir al-Thabari menginformasikan bahwa ulama terdahulu berbeda pendapat tentang siapakah yang akan mendapatkan rahmat dari Allah dengan diutusnya Nabi Muhammad itu. Sebagian ulama generasi tabi’in berpendapat bahwa yang akan mendapatkan rahmat hanyalah mereka yang beriman dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw. Di antara mufassir generasi setelah tabi’in yang berpendapat semacam itu adalah al-Zamakhsyari. Dia mengatakan bahwa hanya orang-orang yang beriman sajalah yang mendapatkan rahmat. Dia mengemukakan penafsirannya sebagai berikut:


Artinya: Allah Swt. mengutus Nabi Muhammmad Saw. sebagai rahmat li-l-‘alamin, karena dia membawa hal-hal yang dapat memberikan kebahagiaan kepada mereka bila mereka mengikutinya. Barang siapa yang mengingkarinya dan tidak mengikutinya, maka pengingkarannya itu datang dari diri orang tersebut dan terhalang untuk mendapatkan rahmat Allah.[1]

Untuk memperjelas hal tersebut, al-Zamakhsyari memberikan tamtsil (perumpamaan) bahwa diutusnya Nabi Muhammad sebagai rahmat itu sebagaimana halnya Allah menciptakan sumber air. Orang-orang yang mengambil manfaat dari sumber air itu tentunya akan mengambil air untuk meminumnya, menyirami tanaman-tanaman dan lain-lain. Sebaliknya, orang tidak akan merasakan manfaat sumber air itu jika tidak ingin mengambail air darinya. Singkata kata, menurut al-Zamakhsyari, rahmah tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad Saw.
Sebagian ulama mengatakan bahwa rahmat itu untuk semua orang, baik beriman maupun tidak. Dalam hal ini, al-Thabari lebih sepakat dengan mereka yang mengatakan bahwa rahmat itu untuk semua orang seraya mengatakan:

Artinya: Orang-orang yang beriman itu mendapatkan hidayah dengan diutusnya Nabi Muhammad dan mereka kelak akan dimasukkan ke surga karena beriman kepadanya dan mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa olehnya. Adapun rahmat bagi orang-orang yang kafir adalah bahwa mereka terhindar dari turunnya siksa Allah yang seketika sebagaimana yang telah dialami oleh umat-umat terdahulu.[2]

Meskipun al-Thabari dan al-Zamakhsyari berbeda pendapat dalam hal ini, namun keduanya menafsirkan kata rahmah dengan kebahagian yang hakiki dan bersifat eskatologis, yakni kebahagiayaan surgawi dan terhindarnya dari adzab/siksaan di akhirat nanti.  
Berbeda dengan kedua ulama di atas, Ibn ‘Asyur menafsirakan idiom rahmah li-l-‘alami dengan sangat komprehensif. Kata rahmah tidak hanya ditafsirkan pahala atau surga semata, melainkan juga mencakup makna yang lebih luas, seperti kasih sayang, kelembutan, kemaslahatan, kebahagiaan dan keselamatan, baik di dunia ataupun di akhirat nanti. Ibn ‘Asyur, antara lain, menjelaskan mengapa diutusnya Nabi Muhammad disebut sebagai rahmat bagi alam semesta. Ada dua alasan, tegasnya, yakni (1) sikap dan watak Nabi Muhammad yang lembut dan penuh kasih sayang terhadap siapapun, dan (2) syari’at Islam itu memberikan kedamaian dan keamanan bagi siapapun, bukan hanya manusia tetapi juga alam secara keseluruhan. Selain itu, syari’at Islam bisa dipahami dan ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.[3]
Saya lebih sepakat dengan penafsiran Ibn ‘Asyur tersebut. Dengan kata lain, ajaran-ajaran Islam diturunkan untuk menciptakan kemaslahatan manusia dan alam secara keseluruhan. Pertanyaannya sekarang: Hal-hal apa yang merupakan ciri-ciri Islam sebagai agama rahmat. Paling tidak ada tujuh ciri sebagai berikut.

Pertama, perintah dan larangan dalam Islam dimaksudkan agar manusia selamat dan bahagia baik di dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia ini akan kita rasakan ketika manusia mempunyai hubungan yang baik dengan Sang Pencipta (Allah Swt) dan ketika manusia satu sama lain bisa hidup berdampingan secara damai, saling menghormati dan saling membantu. Karena itu, Islam memerintah kita untuk menolong orang yang sedang berada dalam kesusahan, untuk menjenguk orang sakit, melayat atau paling tidak mendoakan saudara kita yang meninggal dunia, dll. Sebaliknya, Islam melarang kita membunuh orang lain, menipu orang lain (misalnya dalam hal jual beli), menyakiti orang tua. Semua itu ditujukan agar manusia bahagia dan selamat di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman dalam Q.S. 99:7-8:








Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Kedua, perintah dan larangan berada dalam kemampuan manusia. Tak satupun ajaran Islam yang harus dilaksanakan berada di luar kemampuan manusia. Semua perintah Allah, dalam arti kewajiban, harus dilaksanakan selama berada dalam kemampuan manusia. Ketika berada di luar kemampuan manusia, Allah selalu memberi keringanan (rukhshah). Allah berfirman dalam Q.S. 2:285:

Artinya: Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.

Haji adalah salah satu kewajiban dan bahkan rukun dalam Islam. Namun, pelaksnaan kewajiban ini di antaranya tergantung pada apakah kita sudah mampu secara finansial maupun fisik.    

Ketiga, ajaran Allah selalu memperhatikan dan memperjuangkan hak dan martabat manusia. Islam diturunkan untuk mengayomi manusia secara keseluruhan. Islam tidak membedakan derajat dan martabat manusia atas dasar warna kulit, kekayaan dan jenis kelamin. Tinggi dan rendahnya derajat manusia ditentukan oleh tingkat ketakwaan seseorang. Siapapun yang lebih bertakwa, yakni melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, maka dialah yang lebih tinggi derajatnya, tanpa memandang darimana asalnya orang tersebut, dan tanpa melihat apakah dia laki-laki atau perempuan. Allah berfirman dalam Q.S. 49:13:

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Keempat, Islam mengajarkan agar manusia tidak membuat kerusakan di muka bumi, baik kerusakan terhadap alam maupun terhadap umat manusia. Allah berfirman dalam Q.S. 7:56:





Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah ia diciptakan dengan baik ...

Di beberapa ayat lain, seperti Q.S. 2:11-12, Allah menegaskan bahwa membuat kerusakan di muka bumi adalah termasuk dari watak orang-orang kafir.

Kelima, Islam memperhatikan nasib orang-orang yang lemah, baik secara fisik maupun non-fisik, dan baik dalam bidang materi mapun non-materi. Ajaran-ajaran Islam, seperti zakat, shadaqah, perhatian pada fakir miskin serta orang yang tertindas, mencerminkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Sebaliknya, Islam mengutuk orang-orang yang tidak memperhatikan nasib orang-orang lemah. Q.S. 107:1-7 mengecam orang-orang yang menghardik anak yatim dan mengabaikan nasib orang miskin.

Keenam, Islam relatif ramah dengan tradisi umat manusia. Keramahan Islam ini telah ada sejak diturunkannya al-Qur’an. Sebagian adat istiadat bangsa Arab waktu  itu dipertahankan oleh Islam, sebagian lain direkonstruksi dengan nilai-nilai moral Islam. Memang, Islam juga mengilangkan/mengharamkan sebagian tradisi buruk Bangsa Arab pra-Islam, namun proses pengharaman ini dilakukan dengan cara yang sangat bijaksana dan rasa kasih sayang.

Ketujuh, karena Islam adalah rahmat bagi manusia, maka Islam harus dida’wahkan dengan cara yang bijak dan bukan dengan cara kekerasan, karena hidayah hanya Allah yang dapat memberinya kepada siapapun yang dikehendaki Allah. Dakwah dengan cara kekerasan justru bisa memperburuk citra Islam sebagai agama rahmat bagi umat manusia. Allah berfirman dalam Q.S. an-Nahl:125:

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.





[1]      Mahmud ibn ‘Umar al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf (Riyad: Maktabat al-‘Abikan, 1998), 4: 170.
[2]      Abu Ja‘far Muhammad ibn Jarir al-Thabari, Jami‘ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an (Kairo: Hajar, 2001),16: 441.
[3]      Muhammad al-Thahir ibn ‘Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir (Tunis: al-Dar al-Tunisiyyah, 1984), 17: 166-169.


Telah dicetak kedalam Bulletin Bulanan Organisasi:

KMNU UIN SUKA- Yogyakarta
(Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama'- Universitas Islam Negeri-Sunan Kalijaga)
dengan Tajuk 'Islam sebagai Agama Rahmatan lil 'lamin'
pada bulletin Al-Misykat Edisi I (Perdana)

Contact Us to Get Number PhoneWriter:
FB :  @heriepantera
WA:   085868149560

Advertisement

0 komentar:

Post a Comment

Ayo berpendapat , kasih kritik dan sarannya dong?!

 
Top